Kamis, 13 November 2014

Resep kaya dari habib sa'ad alaydrus


Resep kaya dari habib sa'ad alaydrus

Sukses adalah cita-cita hampir setiap orang. Mimpi
mereka pada umumnya, menjadi orang sukses didunia
dan diakhirat. Sukses di dunia yang dimaksud tentunya
adalah kehidupan yang berkecukupan, bahkan kalau bisa
kaya. Sukses di akhirat, masuk syurga.
Sebagian orang bekerja dengan baik dalam kerjanya
hingga kesuksesan menghiasi kehidupannya. Sedangkan
yang lain gagal total, meski sekadar untuk mewujudkan
sebagian kecil dari cita-citanya.
Tak ada yang salah dengan cita-cita orang yang ingin
menjadi kaya. Yang salah adalah anggapan bahwa
kekayaan adalah suatu kemuliaan sedang kemiskinan
adalah suatu kehinaan. Karena sesungguhnya, kekayaan
dan kemiskinan adalah ujian Allah bagi hamba-hamba-
Nya.
Islam mengajarkan umatnya menjadi kaya agar dengan
kekayaannya bisa mengajak kebaikan kepada yang lain.
Karena, dengan kekayaan yang dimiliki, kesempatan
seseorang untuk berbuat baik, misalnya memberi
bantuan, sedekah, infaq dan sebagainya. Tentu menjadi
lebih besar peluangnya

Lewat sebuah karyanya, kaifa takunu ghaniyyan
(bagaimana anda menjadi seorang kaya), Habib
Muhammad bin Alwi Alaydrus atau yang lebih dikenal dengan sapaannya “Habib Sa’ad
Alaydrus”. Sosok ulama yang dikenal produktif menulis
puluhan atau bahkan ratusan kitab, mengajarkan kepada
kita semua berbagai tips untuk menjadi orang kaya

Dalam karyanya ini, Habib Sa’ad mengurai berbagai hal
terkait cara-cara, baik perilaku keseharian, amalan-
amalan, doa-doa, maupun wiridan. Melengkapi
pembahasannya, pada bagian akhir, Habib Sa’ad
merangkum berbagai keterangan yang pernah ditulis oleh
ulama tentang sejumnlah hal yang mewarisi kefaqiran.

untuk mendapatkan uang, seseorang tentunya mesti
bekerja. Dalam hal ini, Allah Swt, lantaran kasih
sayangNya, memang memperkenankan segenap
makhlukNya untuk bekerja. Dia tak memaksa mereka
menafikan sesuatu yang merupakan sifat atau karakter
mereka. Demikian Habib Sa’ad menjelaskan diawal
pembahasan kitabnya..
Jadi, orang yang berupaya mencari kekayaan sama sekali
tak menyalahi kandungan Al-Quran dan Sunnah Rasululah
Mereka yang berupaya mencari rizqi secara jujur, tidak
melampaui batas, bersikap wara’ diberbagai bidang
usaha dan lapangan pekerjaan, terhitung sebagai hamba
Allah yang patuh kepadaNya dan terpuji dalam
pandangan ahli ilmu.
Namun, sebaliknya, orang yang menyalahi hal-hal
tersebut, yang melampaui batas dalam bekerja mencari
rizqi serta menyalahi kewajiban yang dibebankan
kepadanya, baik dalam berinteraksi dengan Allah maupun
dengan makhluknya, adalah orang yang bermaksiat
kepada Allah dan tercela di sisi ahli ilmu.
Selanjutnya, agar pekerjaan yang dijalani tetap memiliki
nilai ibadah, seseorang harus pandai memilah-milah jenis
pekerjaan. Ada pekerjaan yang terpuji, tapi ada juga
yang tercela. Setiap aktivitas usaha, baik bekerja
ataupun berdagang, menjadi sesuatu yang terpuji atau
tercela karena tujuan dan pengaruh yang disebabkannya.
Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mencari dunia
dengan cara yang halal, berbanyak-banyak
(berkelebihan) dan berbangga-banga (sombong) kelak
akan bertemu Allah sementara Dia murka kepadanya.
Dan siapa yang mencari dunia untuk memenuhi masalah
kehidupannya dan untuk menjaga dirinya, ia akan datang
di hari kiamat dan wajahnya bak rembulan di malam
purnama.”

Dalam hal ini Habib Sa’ad menegaskan. “Islam memotivasi
umatnya untuk bekerja, berpenghasilan yang halal, dan
membolehkan praktek berbisnis, dengan catatan segala
aktivitas itu dibenarkan oleh syariat dan mendatangkan
manfaat.
Karenanya, Jika hendak pergi bekerja atau berusaha,
niatkan untuk mencari nafkah yang halal, mengikuti
sunnah Nabi SAW. menjaga diri, berusaha demi keluarga,
tidak butuh milik orang lain, menciptakan suasana yang
harmonis dengan kerabat dan tetangga, membayar
zakar, dan menunaikan setiap hak yang wajib dipenuhi.
Mengapa demikian? Sebab, ingatlah buah dari semua
aktivitas manusia di dunia adalah pertemuan kelak dengan
Allah SWT. pada saat itu, karena usaha yang dijalaninya,
wajah seseorang bisa saja laksana bulan purnama.
Nabi SAW bersabda, “Siapa yang mencari rizqi untuk
menjaga dirinya dalam memenuhi masalah kehidupannya,
bekerja keras demi keluarganya, dan menaruh iba
terhadap tetangganya, ia akan bertemu Allah sedangkan
wajahnya bagai rembulan di malam purnama.” -HR Al
Baihaqi

Kunci-kunci kekayaan
kunci kekayaan yang pertama kali disebutkan Habib Sa’ad
adalah taqwa dan istiqamah (Konsistensi dalam beramal).
Habib Sa’ad berkata, “Taqwa dan Istiqamah merupakan
jalan terdekat dan cara penting menuju kemudahan bagi
seseorang untuk mendapat rizqi serta mempermudah
segala kesukaran.”
Memang benar. Para ulama memang banyak memberikan
jalan keluar bagi umat, termasuk kiat-kiat sukses dalam
usaha. Jalan sudah ditunjukkan. Masalahnya sekarang,
apakah seseorang akan menjalankannya dengan benar
dan terus menerus, diatas landasan jalan ketaqwaan.
Ditegaskan dalam Al-Quran, “Siapa yang bertaqwa
kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tak ia
sangka.” pada ayat lainnya
disebutkan “Dan Bahwasannya jika mereka tetap
berjalan lurus (istiqamah) diatas jalan itu (agama Islam),
benar-benar kami akan memberi minum kepada mereka
air yang segar (rizqi yang banyak).”
arti “takwa” disini adalah meninggalkan hal-hal yang
dilarang dan mengerjakan hal-hal yang diperintahkan.
Dengan demikian, suatu maksiat akan mendatangkan
kekufuran dan menghilangkan nikmat, hingga dikatakan :
Bila engkau diberi sebuah nikmat maka jagalah karena perbuatan maksiat
akan menghilangkannya

selanjutnya adalah rasa
syukur.
Disebutkan oleh Habib Sa’ad, inti bersyukur adalah
tumbuhnya rasa bahagia di hati atas nikmat dan anugerah
Allah SWT dan tidak mendurhakaiNya, lalu banyak
memuji-Nya, dengan lisan dan hati. Allah SWT
berfirman, “Jika engkau bersyukur, pasti Kami akan
menambahimu (nikmat).” -

Sementara itu Umar bin Abdul Aziz RA mengatakan,
“Ikatlah nikmat dengan bersyukur kepada Allah SWT.”
begitu pula Sayyidina Ali KW. Yang pernah berkata
kepada seseorang dari Hamadan, “Sesungguhnya nikmat
Allah SWT terkait dengan syukur, dan syukur terkait
dengan anugerah yang bersamaan dalam satu masa.
Maka, tidaklah anugerah dari Allah SWT terputus
Melainkan rasa syukur yang terputus dari seorang hamba.”

diantara kunci-kunci kekayaan lainnya adalah Al-Quran,
yaitu dengan banyak membacanya.
Disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah
RA, “Al-Quran adalah kekayaan yang tidak ada kefaqiran
setelahnya dan tidak ada kekayaan tanpanya.”

Dalam sebuah hadits lainnya, dari Anas RA, disebutkan,
“Rumah yang didalamnya Al-Quran dibacakan, akan
banyak memperoleh kebaikan, sedang rumah yang
didalamnya Al-Quran tidak dibaca, akan sedikit
mendapat kebaikan,”

secara khusus, juga disebutkan beberapa surah yang
dapat menjadi langkah penarik rizqi yang mujarab, bagi
mereka yang secara istiqamah membacanya.
Diantaranya, dan yang paling dikenal, surah Al-Waqi’ah.
Diceritakan, ketika Abdullah bin Mas’ud RA sakit
menjelang wafat, ia didatangi Utsman bin Affan RA,
yang bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu
bersedih?”
“Dosa-dosaku,” Jawab Ibnu Mas’ud.
“Apa yang engkau inginkan?
“Kasih sayang Tuhanku.”
“Kau mau aku datangkan tabib?”
“Tabib akan membuatku sakit.”
“Kau mau aku bawakan pemberian untukmu?”
“Aku tak membutuhkannya.”
“Adakah sesuatu darimu yang akan kau berikan kepada
putri-putrimu setelahmu?”
“Aku khawatir kalau nanti putri-putriku mengalami
kefaqiran. Sesungguhnya aku perintahkan putri-putriku
untuk membaca surah Al-Waqi’ah setiap malam. Karena
sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,
‘Siapa yang membaca Al-Waqiah setiap malam, tak kan
tertimpa kefakiran selama-lamanya’.”

Dari Anas RA. Dari Rasulullulah SAW, beliau bersabda,
“Al-Waqi’ah adalah surah kekayaan. Maka bacalah surah
itu dan ajarkan surah itu kepada anak-anak kalian.”

Yang mewarisi kefaqiran
setelah mengurai khasiat dan kaifiyat dari surah-surah
tertentu dalam Al-Quran, Habib Sa’ad menuturkan
bahwa dzikrullah merupakan pekerjaan yang paling
disukai Allah SWT dan ia merupakan salah satu kunci
atau penyebab kekayaan.
Ada beberapa dzikir khusus yang disebutkan Habib Sa’ad
disini. Diantaranya dzikir La ilaha illallah. Dzikir kalimat
tauhid ini merupakan salah satu dzikir yang paling utama
dan teragung. Dengannya iman akan diperbarui serta
dapat melebur dosa dan maksiat. Dikatakan, senantiasa
membacanya serta banyak membacanya, menjadi sebab
dalam memperluas rizqi.
Sementara itu sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu
Hurairah RA menyebutkan bahwasannya Nabi SAW
bersabda, “Siapa yang setiap pagi membaca La Ilaha
illallah seribu kali, Allah SWT akan memudahkannya
pintu-pintu rizqi

Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam Abwab al-Farj, usai
mengungkap beberapa keistimewaannya, mengatakan
“Sebagian faidah la ilaha illallah adalah membuka 99 Pintu
rizqi.”
selanjutnya, setelah panjang lebar menjelaskan ihwal Al-
Quran dan berbagai dzikir pembuka pintu rizqi, Habib
Sa’ad mengurai satu per satu pintu-pintu kekayaan
lainnya, yaitu doa, istighfar, shalawat, shalat, shadaqah,
silaturahim, akhlaqul karimah, sifat qanaah, kebiasaan
berangkat pagi dalam mencari rizqi, melayani tamu,
bersikap dermawan.
Tak kalah menarik, sebelum masuk bab penutup, Habib
Sa’ad mengumpulkan berbagai keterangan dari berbagai
kitab yang menerangkan perihal tips-tips dan sebab-
sebab mendapatkan rizqi yang kemudian dilanjutkan
dengan syiir yang secara khusus menyebutkan berbagai
hal yang menjadi pewaris kefaqiran.
Diantara yang disebutkan perihal hal-hal yang mewarisi
kefaqiran adalah tidur dalam keadaan telanjang, makan
dalam keadaan berhadats, berjalan didepan guru,
melipat zorban, kala bosan, untuk dijadikan alas untuk
duduk

sebagai penutup, Habib Sa’ad mengutip perkataan
sebagian ulama yang mengatakan, “Pangkal kenikmatan
itu terdapat dalam tiga hal. Nikmat Islam, yang tidak ada
kenikmatan yang sempurna tanpanya. Nikmat kesehatan,
disaat tak ada kenyamanan dalam hidup tanpa
disertainya. Nikmat kekayaan, disaat kehidupan tidak
akan sempurna kecuali bersamanya.”

Pangkal Kenikmatan
Seorang bijak pernah berkata, “Kefaqiran adalah
fondasi dari setiap cobaan, yang menuntut orang lain
untuk mencelanya. Disamping itu kefaqiran juga
berpotensi merusak martabat serta menghilangkan rasa
malu. Apabila kefaqiran telah menimpa seseorang, ia tak
kan bisa terlepas dari rasa malu. Sedangkan orang yang
tidak punya rasa malu, akan hilanglah martabatnya.”
demikian yang dituliskan Habib Sa’ad dibagian akhir
bukunya.
Seorang bijak lainnya mengatakan, “Tiada kebaikan bagi
orang yang tidak mengumpulkan hartam yang dapat
menjaga martabat dan wibawanya serta mengikat tali
persaudaraannya.”
Sementaa itu sahabat Abdurrahman bin Auf RA
mengatakan, “Betapa indahnya harta itu, yang
dengannya aku dapat menjaga kehormatanku dan
beribadah kepada tuhanku.”.

1 komentar:

  1. ana pengen banget sama itu buku. tapi ana tidak tahu belinya dimana? karena di kota ana, tidak menyediakan buku tersebut. mohon antum bisa membantu ana.
    syukran...

    BalasHapus